Presiden Donald Trump mengumumkan kebijakan baru yang memangkas 50% angkatan kerja di Kementerian Pendidikan Amerika Serikat. Langkah ini memicu protes besar dari para pendidik dan pegawai pemerintah, yang menilai keputusan tersebut dapat melemahkan sistem pendidikan nasional.

Dalam pidatonya, Trump menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi birokrasi dan mengalihkan lebih banyak anggaran langsung ke sekolah. “Kami ingin mengembalikan kontrol pendidikan ke tangan masyarakat lokal, bukan pemerintah pusat,” ujarnya.

Namun, kebijakan ini mendapat tentangan keras dari para guru dan pegawai yang terdampak. Ribuan guru yang tidak dapat hadir secara langsung dalam demonstrasi memanfaatkan teknologi AI Avatar untuk menyuarakan protes mereka di depan Gedung Putih. Dengan memanfaatkan kecerdasan buatan, mereka menciptakan avatar digital yang menampilkan wajah dan suara mereka, memungkinkan mereka tetap berdemo secara virtual.

Serikat guru menilai pemangkasan pegawai ini dapat menghambat program bantuan pendidikan, termasuk layanan untuk siswa berkebutuhan khusus. “Ini bukan hanya tentang pekerjaan kami, tetapi juga tentang masa depan anak-anak Amerika,” ujar seorang perwakilan serikat guru.

Beberapa analis menyebut kebijakan ini dapat mengganggu efektivitas pengelolaan pendidikan nasional. Sementara itu, pendukung Trump berpendapat bahwa langkah ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah dan memperkuat otonomi sekolah.

Demonstrasi dengan AI Avatar menjadi simbol perlawanan baru, menunjukkan bagaimana teknologi dapat mendukung gerakan sosial. Para guru berjanji akan terus melawan kebijakan ini, baik di dunia nyata maupun digital.