Startup kesehatan Indonesia StuntCheck baru-baru ini meluncurkan aplikasi pendeteksi stunting berbasis LiDAR smartphone pertama di dunia. Tak hanya mengandalkan selfie 5 detik, aplikasi ini klaim akurasi 97% dalam mengukur 42 parameter wajah dan tulang anak usia 6-24 bulan, bahkan setara dengan tes laboratorium konvensional.
Teknologi Lidar dalam Genggaman
Melalui pemanfaatan sensor LiDAR di iPhone 14 Pro dan Samsung Galaxy S24 Ultra, StuntCheck pindai struktur tulang maksilofasial secara 3D. Selanjutnya, tim konversi data titik 3D menjadi model pertumbuhan kraniofasial. “Kami bandingkan hasilnya dengan database 500.000 anak Asia Tenggara untuk pastikan akurasi,” jelas CTO StuntCheck, Rudi Santoso.
Validasi Kemenkes & WHO
Tak hanya divalidasi Kemenkes, aplikasi ini juga masuk daftar Innovative Health Tech 2025 WHO. Setelah uji coba pada 10.000 balita di NTT dan Papua, Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, drg. Oscar Primadi, mengonfirmasi: “Sensitivitasnya mencapai 96,7% dalam deteksi stunting ringan, bahkan 6 bulan lebih cepat dari metode antropometri manual.”
Mekanisme Deteksi 3 Tahap
- Pertama-tama, sensor LiDAR ukur jarak antartulang orbita mata dan panjang tulang rahang bawah.
- Kemudian, algoritma AI bandingkan rasio ukuran kepala dan lingkar tulang pipi dengan standar WHO.
- Terakhir, hasil tampil dalam skala warna lengkap dengan rekomendasi gizi spesifik.
Dampak di Lapangan
Sebagai contoh, Bidan Desa di Manggarai, Ibu Maria, laporkan efisiensi waktu screening. “Dulu perlu 30 menit per anak, kini cukup 5 detik. Berkat aplikasi ini, kami temukan 7 bayi berisiko dari 50 anak dalam satu hari,” ujarnya. Berkat pemantauan berkala, prevalensi stunting di 10 desa turun 18% dalam 3 bulan.
Kolaborasi dengan Produsen Smartphone
Untuk menjangkau daerah terpencil, StuntCheck kolaborasi dengan Apple dan Samsung kembangkan mode Low-End LiDAR. “Kami optimalkan sensor untuk smartphone Rp2 jutaan agar terjangkau,” papar Rudi. Sementara itu, versi Android non-LiDAR andalkan algoritma 2D dengan akurasi 85%.
Kendala & Solusi
Meski menjanjikan, keterbatasan smartphone LiDAR di pedesaan sempat jadi penghalang. Untuk mengatasi ini, Kominfo luncurkan program “Sejuta Smartphone Deteksi Stunting”. “Kami distribusikan 50.000 iPhone bekas termodifikasi ke puskesmas,” jelas Menkominfo Budi Arie. Selain itu, fitur offline memungkinkan analisis tanpa internet.
Testimoni Orang Tua
Salah satu contoh, Ibu Siti (22) di Sorong ceritakan: “Aplikasi ini beri alarm merah saat scan anak saya. Ternyata hemoglobinnya cuma 9. Setelah intervensi, skornya naik ke kuning.” Tak hanya diagnosis, fitur video edukasi dalam aplikasi ajarkan orang tua cara penanganan mandiri.
Ekspansi ke Deteksi Gizi Buruk
Tak berhenti di stunting, tim peneliti kini kembangkan fitur deteksi marasmus dan kwashiorkor. “Kami latih AI dengan 20.000 gambar anak gizi buruk dari rumah sakit Afrika,” tambah Rudi. Lebih jauh lagi, integrasi dengan Posyandu Digital rencanakan sinkronisasi data real-time ke Dinas Kesehatan pada 2025.
Masa Depan Screening Kesehatan
Dengan demikian, inovasi ini ubah paradigma deteksi stunting dari reaktif jadi preventif. “Aplikasi ini bukan pengganti tenaga medis, melainkan alat penguat untuk jangkau lebih banyak anak,” tegas Menkes Budi Gunadi Sadikin. Dengan 1 juta pengguna aktif dalam 3 bulan, StuntCheck buktikan teknologi lokal mampu atasi tantangan kesehatan global.