Donald Trump mungkin telah meninggalkan Gedung Putih, tetapi dampak kebijakan luar negerinya masih terasa di panggung dunia. Selama masa jabatannya, Trump mengubah pendekatan Amerika terhadap aliansi, perdagangan, dan konflik global dengan gaya yang tegas dan sering kali kontroversial.
Trump menarik Amerika keluar dari sejumlah kesepakatan internasional penting, termasuk Perjanjian Iklim Paris dan kesepakatan nuklir Iran (JCPOA). Ia menekan sekutu NATO agar meningkatkan kontribusi pertahanan, sekaligus mengutamakan kepentingan nasional dalam setiap negosiasi multilateral. Pendekatan “America First”-nya mengubah cara dunia memandang kepemimpinan global AS—lebih pragmatis, transaksional, dan tidak terduga.
Di Asia, Trump mendekati Korea Utara dengan cara yang belum pernah dilakukan presiden sebelumnya. Ia mengadakan pertemuan langsung dengan Kim Jong-un, meskipun perundingan denuklirisasi akhirnya tidak membuahkan hasil konkret. Namun, langkah itu membuka babak baru dalam diplomasi kawasan.
Dalam urusan perdagangan, Trump meluncurkan perang dagang besar-besaran dengan China. Ia menaikkan tarif impor dan memaksa renegosiasi perjanjian dagang, seperti NAFTA yang berubah menjadi USMCA. Kebijakan ini mendorong negara-negara lain untuk meninjau ulang hubungan ekonominya dengan AS.
Meski banyak pemimpin dunia mengkritik gaya diplomasi Trump, beberapa negara justru mengadopsi pendekatan yang lebih nasionalis dan berani setelahnya. Sampai hari ini, banyak analis meyakini bahwa Trump telah menggeser lanskap diplomasi global dari konsensus ke kompetisi.
Warisan kebijakan luar negerinya tidak hanya meninggalkan jejak—ia membentuk ulang peta kekuatan dan strategi hubungan internasional hingga kini.