Penculikan lintas negara menimbulkan tantangan besar bagi aparat penegak hukum dan pemerintah. Untuk menghadapinya, negara-negara di dunia menjalin kerjasama internasional yang melibatkan pertukaran intelijen, pelatihan bersama, dan koordinasi penegakan hukum. Mereka tidak bisa bekerja sendiri, karena pelaku sering berpindah wilayah dan memanfaatkan celah hukum antarnegara.

Interpol dan organisasi regional seperti ASEANAPOL memfasilitasi komunikasi cepat antarnegara. Mereka menyebarkan red notice dan berbagi informasi real-time tentang lokasi korban, identitas pelaku, dan pola operasi jaringan penculikan. Aparat dari berbagai negara juga menggelar operasi gabungan untuk menyelamatkan korban dan menangkap pelaku.

Pemerintah juga menandatangani perjanjian ekstradisi dan mutual legal assistance untuk memudahkan proses hukum lintas yurisdiksi. Langkah ini memungkinkan penyidik untuk mengakses bukti dan saksi di luar negeri, serta menyeret pelaku ke pengadilan negara asal korban atau negara tempat kejahatan terjadi.

Selain aspek hukum, kerjasama internasional juga memberikan perlindungan konsuler kepada korban. Kedutaan dan organisasi kemanusiaan ikut menyediakan bantuan medis, psikologis, dan logistik selama proses evakuasi dan pemulangan.

Kasus penculikan lintas negara membutuhkan respons cepat, terkoordinasi, dan lintas batas. Negara-negara yang bekerjasama dengan baik dapat menggagalkan aksi penculikan lebih awal, meminimalkan korban, dan menindak tegas pelaku. Dengan memperkuat diplomasi keamanan dan berbagi sumber daya, komunitas internasional dapat menunjukkan bahwa tidak ada tempat aman bagi pelaku kejahatan lintas negara.