Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan paspor digital berbasis blockchain bagi 8 juta pengungsi iklim global, memungkinkan mereka mengakses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan administratif. Inisiatif bernama ClimateID ini menjadi solusi darurat bagi korban banjir, kekeringan, dan badai ekstrem yang kehilangan dokumen kewarganegaraan.

Teknologi Blockchain: Lindungi Data dengan Sistem Tak Terpusat

PBB mengembangkan ClimateID bersama IBM dan UNHCR menggunakan blockchain Hyperledger Fabric. Setiap pengungsi mendapat ID digital berisi:

  • Data biometrik (sidik jari, pemindaian retina)
  • Riwayat migrasi yang tercatat otomatis via GPS
  • Akses bantuan seperti makanan, obat, dan tempat tinggal

“Sistem ini aman dari peretasan karena data terenkripsi di 1.000 node global,” tegas Amina J. Mohammed, Wakil Sekjen PBB.

Dampak Langsung: Bantuan 3x Lebih Cepat

Di Bangladesh, 23.000 korban banjir sudah menggunakan ClimateID untuk menarik ransum bulanan di kamp pengungsi India tanpa verifikasi manual. Contohnya, Rohima Begum (45) mengakses layanan kesehatan di Rajasthan hanya dengan gesekan QR code di lengan. “Tak perlu lagi antre berjam-jam dengan kertas basah,” ujarnya.

Tantangan: Dari Jaringan Internet hingga Pengakuan Negara

Meski revolusioner, inisiatif ini hadapi kendala:

  • 40% pengungsi di Afrika Sub-Sahara tak punya akses smartphone
  • 15 negara menolak integrasi ClimateID dengan alasan kedaulatan data
  • Serangan phising palsu yang mengincar kode QR

PBB tanggapi dengan menyediakan smartphone hemat energi bertenaga surya dan kerja sama keamanan siber dengan Interpol.

Masa Depan: Skala Global dan Integrasi AI

PBB targetkan perluasan ke 20 juta pengungsi pada 2026. Kolaborasi dengan World Bank akan integrasikan ClimateID dengan sistem bantuan keuangan digital. Rencananya, AI pendeteksi bencana akan otomatis aktifkan paspor saat ancaman iklim terdeteksi.

“Ini bukan sekadar dokumen, tapi pengakuan hak asasi pengungsi iklim yang sering diabaikan,” tegas Mohammed. Dengan ClimateID, PBB tak hanya atasi krisis, tetapi juga pimpin evolusi perlindungan manusia di era iklim ekstrem.