Dalam perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim Dunia terbaru, negara-negara berkembang menyuarakan tuntutan tegas agar negara maju bertanggung jawab atas dampak perubahan iklim. Mereka menyoroti fakta bahwa negara-negara miskin paling merasakan efek krisis iklim, meskipun berkontribusi paling sedikit terhadap emisi karbon global.
Perwakilan dari negara-negara Afrika, Asia Selatan, dan Kepulauan Pasifik secara kolektif menuntut pendanaan iklim yang adil dan transparan, serta akses teknologi ramah lingkungan. Mereka juga menekankan pentingnya dana kompensasi kerugian dan kerusakan (loss and damage) untuk membantu pemulihan pascabencana yang makin sering terjadi akibat iklim ekstrem.
Negara maju, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, menyatakan komitmennya untuk menambah pendanaan, namun belum semua pihak menunjukkan komitmen konkret dalam jumlah dan waktu. Para aktivis iklim menilai bahwa janji-janji lama belum sepenuhnya terpenuhi, dan ketimpangan aksi iklim masih menjadi masalah besar.
Beberapa pemimpin negara berkembang juga menyuarakan kekhawatiran bahwa transisi energi yang dipaksakan tanpa dukungan bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi mereka. Oleh karena itu, mereka mendesak dunia internasional untuk memberikan ruang adaptasi yang adil dan inklusif dalam kebijakan iklim global.
KTT ini menegaskan bahwa perubahan iklim bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi juga soal keadilan dan tanggung jawab historis. Dunia perlu bergerak bersama, namun langkah pertama harus datang dari mereka yang selama ini paling banyak mencemari bumi.