Pemerintah Mongolia mengguncang dunia ilmu pengetahuan dengan melarang keras ekspor material genetik guna menghalangi perusahaan biotek asing mengkloning Genghis Khan. Langkah ini mereka ambil setelah peneliti menemukan sampel DNA kaisar legendaris itu dalam artefak abad ke-13 di makam rahasia wilayah Khentii, yang memicu perebutan hak cipta genom oleh startup AS dan China.

Perlindungan Genetik: Enkripsi DNA hingga Sanksi Berat

Mongolia merespons ancaman kloning dengan mengesahkan UU No. 2024/Genghis yang mengklasifikasikan DNA kuno sebagai aset nasional. Pemerintah mengenkripsi data genom Genghis Khan menggunakan algoritma kuantum dan menjatuhkan sanksi dana hingga Rp140 miliar serta hukuman penjara 20 tahun bagi pelanggar. “Kami mengamankan warisan genetik ini dari tangan yang tak bertanggung jawab,” tegas Tsakhia Elbegdorj, Menteri Budaya Mongolia.

Teknologi Kloning Kontroversial: Ancaman bagi Sejarah

Perusahaan seperti BioKhan Inc. (AS) dan Dragon Gene (China) mengumpulkan bukti biologis secara diam-diam, termasuk:

  • Rambut dari baju besi Genghis Khan di museum Ulaanbaatar
  • Tulang belulang dari 30 lokasi pemakaman rahasia
  • AI genome-mapping yang mengklaim akurasi 72%

“Kami akan mencetak ulang khagan (kaisar) dalam 5 tahun menggunakan CRISPR-Cas12,” klaim Dr. Zhang Wei, CEO Dragon Gene.

Debat Etis: Warisan vs Sains

Ahli sejarah mengecam praktik kloning sebagai penodaan budaya, sementara ilmuwan menganggapnya pelanggaran etika global. UNESCO mendesak PBB mengeluarkan resolusi yang melarang kloning tokoh bersejarah. “Genghis Khan bukan produk lab, melainkan simbol persatuan bangsa,” protes D. Battulga, ketua Asosiasi Sejarahwan Mongolia.

Tantangan: Penyelundupan & Teknologi Bajak Laut

Intelijen Mongolia mengungkap 12 kasus penyelundupan DNA melalui perbatasan China-Rusia sejak Januari 2024. Pelaku menyamarkan sampel dalam botol saus airag (fermentasi susu kuda) dan mengirimnya via drone. Pemerintah merespons dengan memasang scanner genetik portabel di bandara dan pos perbatasan.

Masa Depan: Bank Gen Digital & Kedaulatan Budaya

Mongolia membangun “Khan Genome Vault” bawah tanah di Pegunungan Altai untuk menyimpan data genetik dengan sistem blockchain. Mereka berkolaborasi dengan MIT dan Max Planck Institute guna mempelajari DNA tanpa merekayasanya.

“Kami tidak akan membiarkan warisan leluhur menjadi mainan laboratorium asing,” tegas Elbegdorj. Langkah ini menetapkan preseden: di era bioteknologi, kedaulatan budaya bisa diperjuangkan lewat kriptografi dan hukum besi.